Aku terbangun seperti biasa. Menatap handphone beberapa lama, lalu
melirik diam-diam ke arah jam, menatap langit-langit kamar yang sama.
Menatap lemari, meja belajar dan rak buku juga masih sama. Tak ada yang
beda disini. Aku masih bernafas, jantungku masih berdetak dan denyut
nadiku masih bekerja dengan normal. Memang semua terlihat mengalir dan
bergerak seperti biasa. Tapi apakah yang terlihat oleh mata benar benar
sama dengan yang dirasakan oleh hati. Mataku berkunang-kunang, pagi tadi
memang sangat dingin. Aku menarik selimut dan membiarkan wajahku
tenggelam disana. Dan tetap saja aku tak temukan kehangatan. Tetap
menggigil, aku sendirian dengan kenangan yang masih menempel dalam
sudut-sudut ruas otak seakan membekukan kinerja hati. Aku berharap semua
hanya mimpi dan ada seseorang dengan sukarela membangunkanku atau
menampar wajahku dengan sangat keras. Sungguh aku ingin tersadar dari
bayang-bayang yang terlalu sering ku kejar. Sekali lagi aku masih
sendiri, bermain dengan masa lalu. Yang sebenarnya tak pernah ingin ku
ingat lagi. Sudah tanggal 03. Seberapa pentingkah tanggal 03? memang
tidak sepenting bagi siapapun yang tak mengalami hal spesial di tanggal 03. Kita masuk dibulan september. Bulan yang baru, harapan baru, mimpi
yang baru dan cita-cita baru, juga kadang tak ada yang baru. Aku hanya
ingin kau tahu tak semua yang baru menjamin kebahagiaan dan tak semua
yang disebut masa lalu akan menghasilkan air mata.
Aku begitu yakin pada hal itu, sampai pada akhirnya
aku tahu rasanya perpisahan. Aku tahu rasanya melepaskan diri dari
segala hal yang sebenarnya tak pernah ingin ku tinggalkan. Aku semakin
tahu masa lalu setidaknya selalu jadi sebab kamu yang dulu ku miliki tak
lagi bisa ku genggam dengan jemari. Kita berpisah tanpa alasan yang
jelas, tanpa diskusi dan interupsi. Iya berpisah begitu saja.
Seakan-akan semuanya hanya masalah sepele. Bisa begitu mudah disentil
oleh 1 hentakan kecil sangat mudah. Sampai aku tak bena-benar mengerti.
Apakah kita memang telah benar-benar berpisah? atau dulu sebenarnya kita
tak punya keterikatan apa-apa. Hanya saja aku dan kamu senang
mendengungkan rasa yang sama. Cinta yang dulu kita bela begitu manis
berbisik, lirih, dingin, dan mempesona. Segala yang semu menggoda aku
dan kamu kemudian menyatulah kita dalam rasa yang katanya cinta. Aku
mulai berani melewati banyak hal bersamamu. Kita habiskan waktu dengan
langkah yang sama dengan denyut yang tak berbeda, begitu seirama tanpa
celah, tanpa cacat, sempurna dan aku bahagia. Bahagia. Benarkah aku dan
kamu pernah merasa bahagia? jika iya mengapa kita memilih perpisahan
sebagai jalan. Jika bahagia adalah jawaban mengapa aku dan kamu masih
sering bertanya tanya? pada tuhan, pada manusia lainya dan pada hati
kita sendiri. Kenapa kau harus ubah mimpi menjadi api? mengapa kau ubah
pelangi menjadi buih? mengapa harus kau ciptakan luka? jika selama ini
kau merasa kita telah sampai di puncak bahagia. Kegelisahan ku meningkat
ketika aku memikirkan mu, ketika aku memikirkan pola makanmu juga
kesehatanmu. Aku bahkan masih mengkhawatirkanmu, masih diam-diam mencari
tahu kabarmu dan aku masih merasa sakit jika sudah ada yang lain yang
mengisi kekosongan hatimu. Seharusnya aku tak perlu merasa seperti itu.
Karna kau masa lalu, karna kita tak terikat apa-apa lagi. Benar akulah
yang bodoh, yang tak memutuskan diri untuk berhenti. Aku masih berjalan
terus berjalan dengan penutup mata yang tak ingin ku buka. Semuanya
gelap, tanpamu kosong. Ternyata hari berlalu dengan sangat cepat sudah
setahun dan sudah terhitung lagi berapa frase kata yang terucap untukmu
di dalam doa. Salahku yang terlalu perasa. Salahku yang mengartikan
segalanya dengan sangat berani. Kupikir dengan ikuti aturanku semua akan
semakin sempurna. Lagi dan lagi aku salah. Dan kamu memilih untuk
pergi, ini juga salahku karna tak mengunci langkahmu ketika ingin
menjauh. Setelah perpisahan itu hari-hari yang ku lalui masih sama. Aku
masih mengerjakan rutinitas ku dan aku masih berusaha mencari
penggantimu. Mereka berlalu-lalang datang dan pergi. Ada yang diam
berlama-lama, ada yang hanya ingin singgah. Semua berrotasi berputar dan
berganti. Namun tak ada lagi yang sama. Kali ini semua berbeda, tak ada
kamu yang dulu, tak ada kita yang dulu. Semua kenangan memang berasal
dari masa lalu, tapi tetap punya tempat tersendiri dalam hati yang
sedang bergerak ke masa depan. Hidupku tak lagi sama dan aku masih
berjuang untuk melupakan sosokmu yang tak lagi terrangkum oleh pelukan.
Padahal aku masih jalani hari yang sama aku masih menjadi diriku dan
jiwaku masih lekat dengan tubuhku. Tapi masih ada yang kurang dan
berbeda. Kesunyian ini bernama tanpamu. Jika jemari ditakdirkan untuk
menghapus air mata, mengapa kali ini aku menghapus air mataku sendiri?
dimanakah jemarimu saat tak bisa kau hapuskan air mata ku? (adopsi blog dwitasari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar